Wellington – Materi Hari Kelima salah satu yang paling menantang karena lebih bersifat praktek terhadap salah satu peran dalam kepemimpinan, yaitu mengasah keterampilan percakapan dalam membimbing, mengarahkan, atau melatih orang lain.
Pelatihan dimulai dengan memperkenalkan diri kita satu persatu yang hadir berdasarkan susunan dari negara paling selatan ke negara paling utara: Timor-Timur, Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Kamboja, dan Laos. Kita memperkenalkan diri sambil menunjuk daerah tempat kita lahir di negara itu. Ternyata ini tujuannya adalah untuk membangun familiarisasi dalam percakapan khususnya pada orang yang tidak terlalu memiliki wawasan geografis yang cukup bagus.
Setelah itu, dua orang pelatih profesional dalam dunia “mentoring and coaching” meminta kita berkelompok untuk menyusun secara horisontal tentang 5 kata yang sering muncul dalam pelatihan: training, coaching, mentoring, directing, dan delegating. Kita disuruh menempatkan ke lima kata ke dalam garis yang berujung pada anak panah yang berlawanan, satu menunjuk “expert” dan satunya “guide”. Para peserta rupanya berbeda pandangan dalam menyusun secara berderet susunan kata-kata tersebut.
Yang paling menarik dari satu hari penuh sesi ini adalah bagaimana menjadi mentor atau coach yang baik. Filosofinya adalah seseorang yang bisa menjadi mentor atau coach yang baik adalah pasti bisa menjadi pemimpin yang baik. Karena keterampilan dalam coaching itu tidak lain adalah keterampilan memimpin. Praktek seharian adalah bertukar peran mempraktekkan bagaimana menjadi coach dengan bermain peran.
Ada banyak teknik dan model percakapan yang kita pelajari, bagaimana mengembangkan potensi seseorang yang membutuhkan pelatih. Pertama kita diajar untuk praktek “discover” teknik. Kemudian kita telusuri yang dimaksud dengan “reality”. Setelah itu kita mengarungi percakapan yang di dalamnya mengandung “options” dan terakhir adalah membangun teknik percakapan penutup yang disebut dengan “wrap up” atau membungkusnya.
Pelajaran penting dalam coaching adalah “asking” not “telling”. Menanyakan lebih mengandung empati dibanding menyuruh. Itulah yang disebut dengan rumus 5:1 (five to one), atau lima banding satu. Maknanya adalah, dalam dunia coaching, lebih baik 5 kali menanyakan sebuah kemungkinan dibanding 1kali menyampaikan pemikiran. Karena ternyata dalam dunia percakapan yang produktif, menanyakan sesuatu pasti membutuhkan jawaban yang harus disimak.
Berbeda dengan menyampaikan sesuatu, orang lain yang diminta untuk mendengar. Dalam dunia coaching, rupanya mendengar jauh lebih penting dari berbicara. Persis pelajaran dari kaum bijak, kalau ingin menjadi komunikator yang hebat, caranya 70 persen mendengar 30 persen berbicara. Is it true? Yes, Coach!